Landscape of Haharu District-East Sumba Island Savannah

Adaptasi dan Mitigasi Terhadap Perubahan Iklim: Tanggungjawab Bersama

WILAYAH7.COM–Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) telah dilaksanakan pada 12 Desember 2015 di Paris, Perancis melahirkan Paris Agreement yang sedikit lebih maju karena perjanjian tersebut mengikat para pihak secara hukum mengenai Perubahan Iklim.  Perjanjian Paris merupakan tonggak penting dalam proses perubahan iklim multilateral karena, untuk pertama kalinya, perjanjian yang mengikat dan menyatukan semua negara untuk memerangi perubahan dan beradaptasi terhadap dampak iklim. Perjanjian tersebut diadopsi oleh 196 pihak bertujuan membatasi peningkatan suhu rata-rata global jauh dibawah 20C di atas tingkat pra Industri dan mengupayakan pembatasan kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri. Namun Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim menggambarkan bahwa perubahan iklim melampaui 1,5°C beresiko dampak perubahan iklim yang jauh lebih parah seperti intensitas kekeringan dan semakin parah, gelombang panas, dan curah hujan yang tinggi intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Untuk itu harus ada tindakan membatasi pemanasan global yakni mengurangi emisi gas rumah kaca paling lambat tahun 2025 dan menurunkan emisi sebesar 43% pada tahun 2030.

Mewujudkan Paris Agreement

Mewujudkan Perjanjian Paris membutuhkan tindakan revolusioner dan transformative dalam berbagai bidang kehidupan antara lain energy, transportasi, ekonomi dan social dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaik dan terkini yang dimiliki. Sejak tahun 2020, negara-negara telah mengajukan rencana aksi iklim nasional mereka yang dikenal sebagai kontribusi yang ditentukan secara Nasional (NDC/National Determined Contribution). Rencana aksi berdasarkan NDC dapat diperoleh gambaran ambisi dan progress semakin tinggi dibanding dengan NDC versi sebelumnya yang dilakukan revisi setiap siklus lima tahun.

Dalam COP27 membahas isu dunia yang bergejolak karena cuaca ekstrim pada tahun 2022 dimana negara-negara di seluruh dunia mengalami gelombang panas yang dahsyat. Para pihak menyadari perlu tindakan yang dipercepat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C yakni meminta para pihak untuk meninjau kembali dan memperkuat target tahun 2030 dalam NDC mereka agar selaras dengan sasaran suhu sebagaimana termuat dalam Perjanjian Paris pada akhir tahun 2023, dengan mempertimbangkan keadaan target suhu nasional yang cenderung berbeda.

Dalam kontribusi yang ditentukan secara nasional/NDC, negara-negara mengkomunikasikan tindakan yang akan mereka ambil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca guna mencapai tujuan Perjanjian Paris. Dalam dokumen tersebut juga disajikan rencana dan tindakan yang akan mereka ambil untuk membangun ketahanan dalam adaptasi terhadap perubahan iklim.

Sederhananya, kontribusi yang ditentukan setiap negara/NDC adalah rencana aksi iklim untuk mengurangi emisi melalui upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Masing-masing para pihak wajib membuat rencana aksi iklim yang disubmit ke unfcc dan memperbaruinya setiap lima tahun.

Perjanjian Paris Lebih Maju

Dalam perjanjian Paris telah memberikan kerangka kerja bagi negara-negara yang membutuhkan dukungan keuangan, teknis dan peningkatan kapasitas khususnya negara-negara berkembang. Ketiga aspek ini menjadi titik lemah dari setiap negara berkembang untuk melakukan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Negara maju diharapkan menyiapkan bantuan keuangan kepada negara-negara yang kurang beruntung dan lebih rentan. Hal yang sama juga tidak menutup pihak lain juga untuk berkontribusi melalui mekanisme sukarela. Dalam aspek mitigasi, dibutuhkan investasi skala besar agar pengurangan emisi dapat diturunkan secara signifikan. Demikian juga halnya dengan adaptasi, diperlukan sumber daya keuangan yang besar untuk beradaptasi terhadap dampak negative dari perubahan iklim. Dibutuhkan teknologi yang relative mahal sehingga sangatlah sulit mengharapkan negara berkembang dan miskin untuk melakukan investasi dalam pengembangan teknologi. Dibutuhkan kemauan baik dari negara maju untuk membantu negara berkembang dan miskin melalui transfer ilmu dan teknologi untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dibutuhkan arah kebijakan dan implementasinya agar semua pihak yang ingin bekerja sama dalam alih teknologi memahami prosedur dan mekanisme yang saling menguntungkan dan transparan. Disadari sepenuhnya kapasitas yang belum memadai dalam menghadapi perubahan iklim dari negara miskin berkembang sehingga negara-negara maju diminta untuk meningkatkan dukungan terhadap peningkatan kapasitas negara-negara berkembang.

Dalam edisi berikutnya akan dibahas bagaimana NDC Indonesia khususnya dari sector hutan dan lahan dalam FOLU Netsink 2030.

Kris Hale
Kris Hale

Bekerja sebagai ASN selama lebih dari 30 tahun. Berkecimpung dalam bidang Kehutanan, Perkebunan, Pertanaian dan Lingkungan Hidup.

Articles: 11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *