Polusi Pabrik

Perdagangan Karbon (Carbon Trade)

Adanya kesadaran kolektif awal akan resiko yang sangat besar dialami oleh umat manusia terkait perubahan iklim dimulai sejak lebih dari 4 dekade lalu diyakini dipengaruhi aktifitas manusia. Ditandai dengan Konferensi Iklim Dunia pertama pada tahun 1979, dengan mengeluarkan deklarasi yang menyerukan kepada seluruh pemerintah “untuk melakukan kajian prediksi dan mencegah potensi perubahan iklim yang disebabkan ole manusia yang dapat mengancam kesejahteraan hidup manusia”. Perhatian ini terus mencapai momentum puncak dengan penandatanganan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada Earth Summit 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Sebanyak 194 negara mengakui dan mengikatkan diri dalam perjanjian tentang perlunya membatasi akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer ke tingkat yang akan “mencegah gangguan antropogenik yang berbahaya terhadap sistem iklim.”

Selama dekade yang sama, perdagangan emisi mulai muncul sebagai alat kebijakan yang praktis dan semakin populer untuk mengatasi dan mengendalikan polusi, khususnya setelah kita belajar dari pengalaman keberhasilan pengurangan timbal dalam bensin dan penciptaan program perdagangan hujan asam di Amerika Serikat. Protokol Montreal Canada tentang Zat-zat yang Merusak Lapisan Ozon, yang ditandatangani pada tahun 1987, meletakkan dasar yang jelas untuk gagasan tentang target dan jadwal untuk tingkat emisi di berbagai negara, dan mencakup sejumlah kecil perdagangan emisi. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa ada antusiasme yang cukup besar untuk menggunakan kebijakan ini untuk mengatasi perubahan iklim disaat negara-negara bergulat dengan cara merancang UNFCCC 1992 dan kemudian memenuhi tujuannya pada tahun 1990-an. Advokasi perdagangan emisi GRK internasional sebenarnya sudah dimulai pada akhir tahun 1980an dan awal tahun 1990an: Amerika Serikat awalnya mempromosikannya dalam negosiasi perjanjian UNFCCC, dan gagasan “implementasi bersama” sebagai versi informal dari perdagangan emisi akhirnya muncul dalam UNFCCC.

Meskipun Pasar Karbon (Carbon Market) menjadi umum dibicarakan di level internasional ketika ditandatanginya Protokol Kyoto tahun 1997, dalam perkembangannya mengalami stagnasi karena belum semua negara ikut menandatangani Protokol Kyoto khususnya Amerika Serikat dan China. Namun Konsep pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) justru lebih familiar dan mulai berkembang di kalangan aktivis lingkungan dibanding kalangan lainnya seperti institusi pemerintah, keuangan dan politik.

Antusiasme terhadap perdagangan emisi ini akhirnya mengatasi berbagai keluhan dan berujung pada penandatanganan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan wahana pertama untuk perdagangan emisi gas rumah kaca—atau yang kita sebut pasar karbon. Protokol Kyoto menetapkan sistem batas emisi dari enam gas rumah kaca bagi negara-negara maju, mekanisme bagi negara-negara maju tersebut untuk memperdagangkan batas emisi mereka, dan mekanisme bagi negara-negara maju untuk mengimbangi emisi mereka dengan mendanai pengurangan emisi di negara-negara berkembang.

Pasar karbon kembali mendapat momentum ketika tahun 2015 telah disepakati dan ditandatanganinya Perjanjian Paris (Paris Agreement) dalam Pertemuan Para Pihak (Conference of Parties/COP 21) oleh 169 Pihak yang hadir. Perjanjian Paris mendapat simpati luas dimana dalam perjanjian internasional tersebut disepakati pada perubahan iklim, yang bertujuan utama dengan membatasi emisi global dan perlu digarisbawahi bahwa dalam kesepakatan tersebut menjadi penting karena adanya pertanggungjawaban negara-negara atas tindakan lamban mereka dalam mengurangi jejak karbon (carbon footprint) mereka.

Perdagangan karbon, yang juga dikenal sebagai perdagangan tunjangan emisi karbon (Carbon Emission Allowance) adalah mekanisme berbasis pasar di mana benefit/alowance emisi karbon dioksida diperdagangkan sebagai komoditas. Pasar karbon sebenarnya tidak membeli dan menjual CO2. Yang diperdagangkan adalah kuota, atau allowance, bagi perusahaan energi, industri, atau bangunan pabrik lainnya untuk mengeluarkan sejumlah emisi CO2 tertentu dalam bentuk sertifikat pengakuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau Pihak ketiga seperti Gold Standard, Verra, dll dengan standar dan kriteria yang diakui kredibilitasnya. Jika suatu aktifitas industri/ekonomi mencapai batas emisinya, maka harus membeli lebih banyak tunjangan emisi sebagai harga per ton CO2 (t CO2) dari pasar perdagangan karbon. Ini juga dikenal sebagai sistem pembatasan dan perdagangan (a cap-and-trade system.).

Gambar: Ilustrasi Cap and Trade

Ada dua jenis pasar karbon yaitu:

  1. Pasar sukarela (Voluntary Market);
  2. Pasar wajib/kepatuhan (compliance market)/Pasar yang diatur (regulated market)/Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme/ETS).

Namun, seberapa efektifkah perdagangan emisi dalam mengatasi perubahan iklim? Apa saja ciri khas perdagangan emisi gas rumah kaca? Ini akan penulis lanjutkan pada edisi berikutnya.

Kris Hale
Kris Hale

Bekerja sebagai ASN selama lebih dari 30 tahun. Berkecimpung dalam bidang Kehutanan, Perkebunan, Pertanaian dan Lingkungan Hidup.

Articles: 11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *